DPR Minta Pemerintah Evaluasi Kontrak Kerjasama

28-09-2011 / B.A.K.N.

 

Badan Akuntabilitas Keuangan Negara (BAKN) DPR meminta pemerintah dalam hal ini Ditjen Migas dan BP Migas untuk melakukan evaluasi terhadap kontrak-kontrak yang sudah berjalan, terutama terhadap masalah-masalah yang dispute atau masalah-masalah yang belum terselesaikan.

Demikian isi salah satu kesimpulan yang dibacakan oleh Ketua BAKN Ahmad Muzani saat RDP dengan Dirjen BP Migas di Gedung DPR, Jakarta, Selasa, (27/9).

Dalam kesimpulan lainnya, DPR juga meminta agar masalah ini dilakukan pembahasan dan koordinasi antara BP Migas, BPKP dan Ditjen Pajak agar permasalahan ini tidak berlanjut, dan BP Migas harus melakukan pendekatan-pendekatan kepada kontraktor-kontraktor (Kantor pusat) untuk menyelesaikan perpajakan migas.

Menurut Wakil Ketua BAKN Yahya Sacawiria, pemerintah dalam hal ini Dirjen Migas Kementerian ESDM serta BP Migas melakukan pendekatan terhadap kontraktor aasing yang diduga memiliki masalah pajak yang belum terselesaikan.

“Berdasarkan laporan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan, ada sisa uang yang belum terbayarkan dari kontraktor asing, yang berasal dari Inggris yang sudah mulai beroperasi sejak tahun 1990-an. Jumlah total sisa uang itu mencapai Rp 4 triliun,” ujar Yahya ketika diwawancarai.

Ia menambahkan, hal ini terjadi karena perbedaan pemahaman soal tax treaty. Kalau menurut kontraktor asing tersebut, kisaran tax treaty itu 10 persen. Sementara dari BPKP itu mencapai 20%. Begitu pun, ia menegaskan, masalah ini tidak terjadi pada kontraktor Amerika yang baru mulai beroperasi di tahun 2.000-an, setelah adanya undang-undang soal migas.

“Perbedaan persepsi ini perlu segera diselesaikan agar pemerintah juga tidak mengalami kerugian. Namun perlu dipikirkan pendekatan yang tepat agar kontraktor tidak serta-merta kabur dari Indonesia.”jelasnya.

Ia menambahkan, Dirjen Pajak menurutnya perlu cepat-cepat mengeluarkan surat keputusan pajak agar dana tersebut tidak lolos. “tidak tertutup kemungkinan kasus ini akan sampai masuk ke ranah hukum,”tegasnya

Menurut Yahya, meski bagaimanapun, Indonesia berdaulat atas kekayaan mineral yang ada di buminya. Bila hal ini dibiarkan berlarut-larut, justru pemerintah sendiri yang mengalami kerugian.

“Selain kehilangan sejumlah uang, juga bisa dianggap tidak mampu menjalankan fungsinya dalam pengelolaan energi. Masyarakat bisa menganggap jangan-jangan sudah terjadi kebocoran dan penipuan,”terangnya

Sekedar informasi, BAKN sebagai alat kelengkapan DPR RI yang bertugas mengawasi pengelolaan keuangan negara akan mencoba membantu mencarikan solusi agar Indonesia memperoleh uang yang merupakan haknya itu.(nt)

BERITA TERKAIT
Dukung Swasembada dan ROA 1,5 Persen di 2025, Aset Idle Perhutani Harus Dioptimalkan
22-08-2025 / B.A.K.N.
PARLEMENTARIA, Bogor –Anggota Badan Akuntabilitas Keuangan Negara (BAKN) DPR RI dari Fraksi Partai NasDem, Sohibul Imam, menekankan pentingnya seluruh BUMN...
Herman Khaeron: Kerja Sama Perhutani Harus Transparan, Banyak Kawasan Tak Beri Benefit
21-08-2025 / B.A.K.N.
PARLEMENTARIA, Bogor –Wakil Ketua Badan Akuntabilitas Negara (BAKN) DPR RI, Herman Khaeron, menegaskan kunjungan kerja BAKN ke kawasan Perhutani Sentul,...
BAKN DPR RI Desak Perhutani Perbaiki Tata Kelola, Tindaklanjuti Temuan BPK
21-08-2025 / B.A.K.N.
PARLEMENTARIA, Bogor – Badan Akuntabilitas Keuangan Negara (BAKN) DPR RI melakukan Kunjungan Kerja Spesifik ke Perum Perhutani di Sentul, Bogor,...
Arjuni Sakir Ungkap Potensi Bias Pemeriksaan dalam Proses Penilaian Profesional BPKP
23-07-2025 / B.A.K.N.
PARLEMENTARIA, Jakarta - Badan Akuntabilitas Keuangan Negara (BAKN) DPR RI menggelar Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Badan Pemeriksaan Keuangan dan...